Paviliun 28 memberi kesan ‘rumah kedua’ tatkala
saya melangkahkan kaki ke sana. Kesan familiar langsung menyapa meski
ini merupakan kunjungan pertama. Suasana yang terbangun begitu hangat,
dilengkapi riuh rendah dan canda tawa dari kelompok-kelompok pengunjung
yang tersebar di berbagai meja. Kegiatan mereka bervariasi; ada yang
tengah melakukan diskusi, belajar, berbagi cerita, atau pun sekadar
menikmati hidangan khas Indonesia yang memang menjadi tonjolan di sini.
Pandangan
pun sulit lepas dari keunikan interior yang ada. Ya, mata begitu
dimanjakan dengan balutan tema jadul yang kental akan suasana
1970—1990-an. Misalkan meja dan kursi kayu sederhana bercat pastel yang
sengaja diambil dari properti taman kanak-kanak, deretan lukisan bergaya
retro yang terpajang di dinding bata setengah jadi, hingga sebuah
televisi antik yang menampilkan program “Dunia Dalam Berita”. Wah,
rasanya bagaikan nostalgia!
Sebagian besar hiasan kuno
yang tampak rupanya merupakan koleksi pribadi salah satu penggagas ide
Paviliun 28, yaitu sosok sutradara familiar, Eugene Panji. Sebagai
sineas lokal, ia juga berniat untuk mengakomodasi kecintaan para
penggemar film melalui kehadiran bioskop khusus di Paviliun 28. Ruangan
bioskop ini dapat menampung hingga 30-an orang serta dilengkapi dengan
layar dan sound system berkualitas layaknya bioskop umum. Pada pukul
19.00 setiap harinya, dilakukan pemutaran aneka film dengan tema yang
disesuaikan per bulan. Tenang, koleksi judul-judulnya lumayan lengkap.
Mulai dari film-film box office, kartun, konser musik, sampai kompilasi
Warkop klasik, semua ada.
Rupanya, Paviliun 28 bekerja
sama dengan kedai penyedia aneka jamu, Suwe Ora Jamu, yang juga terletak
persis di seberangnya. Untuk itu, Anda akan menjumpai sebuah ‘bar’
berwarna putih di pojokan yang menyediakan berbagai ramuan jamu dengan
sentuhan modern. Signature favorit ialah Green Tamarind yang terbuat
dari campuran kunyit asem dan sawi. Warna hijau di balik gelas kaca itu
tampak menyegarkan dan surprisingly, rasa sawi yang sempat membuat
ketar-ketir tidak begitu kentara. Selain itu, ada pula Rosella yang
berkarakter lembut dan masam. Selagi menyeruput jamu, sempatkan menjajal
camilan jadul yang berjejer dalam toples, contohnya permen asam
berselimut gula.
Nah, sekarang waktunya mengulik menu
makanan berat. Bisa ditebak, mayoritas menu terdiri dari masakan rumahan
yang diberi twist. Selidik punya selidik, jagoannya adalah Nasi
Krengseng. Ia berupa sepiring nasi putih hangat dengan lauk
potongan-potongan daging kambing goreng yang dipadukan bersama Sambal
Matah khas Bali. Ingin alternatif selain kambing? Maka, Nasi Bakar patut
dicoba. Nasi dengan resapan rempah-rempah itu terhidang di balik
bungkusan daun pisang, ditemani ayam suwir, ikan asin jambal, dan petai.
Cara masaknya dibakar di atas arang sehingga menimbulkan aroma wangi
nan sedap yang langsung membuat lidah berdecap. Kreasi menarik lainnya
meliputi Ketoprak Telur Asin dan Nasi Kucing Sambal Gledek. Sederhana,
namun nikmat dan begitu pas dengan selera.
Setelah kenyang
mengisi perut, silakan bersantai sembari menunggu jam pemutaran film
dimulai. Tenang, tidak ada pungutan biaya untuk menonton film di bioskop
di sini, kecuali khusus reservasi. Oh, ya, tak jarang Paviliun 28 turut
berfungsi menjadi ruang rupa yang mewadahi berbagai macam pameran seni
atau pun pertunjukan band dalam negeri. Di antara menjamurnya pusat
perbelanjaan dan hiburan modern Ibukota, tak ada salahnya menjadikan
Paviliun 28 angin segar untuk tujuan akhir pekan Anda.
(photos by: Hardiman Widjaseno)
Paviliun 28
Jln. Petogogan No.25, Gandaria Utara, Jakarta 12170
Ph: 021 72790590
Opening hours: 16.00 — 21.00
Price range: Rp 15.000,00 — Rp 40.000,00
Twitter: @paviliun_28